KH Hasyim Asy'ari - Ketika Hasyim Asy'ari muda berangkat nyantri ke pesantren yang diasuh KH. Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan-Madura. Hasyim Asy’ari muda langsung di uji oleh sang guru. Hasyim Asy’ari muda disuruh naik ke atas pohon bambu, sementara Kyai Kholil terus mengawasi dari bawah sembari memberi isyarat agar terus naik sampai ke pucuk pohon bambu tersebut. Kyai Hasyim terus naik sesuai perintah gurunya itu. Ia tak peduli apakah pohon bambu itu melur Patah/roboh atau bagaimana. Yang jelas, beliau hanya patuh pada perintah gurunya. Anehnya, begitu sampai di pucuk Kyai Kholil mengisyaratkan agar Kyai Hasyim langsung meloncat ke bawah. Tanpa pikir panjang Kyai Hasyim langsung meloncat. Ternyata beliau selamat. Ada cerita yang menarik tatkala KH Hasyim Asy’ari “masih belajar” dengan KH. M Khalil. Suatu hari, Kyai Hasyim melihat Kyai Khalil gurunya lagi bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kyai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kyai Hasyim lantas usul agar Kyai Khalil membeli cincin lagi. Namun, Kyai Khalil mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kyai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut di dalam WC. Akhirnya, Kyai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC. Dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kyai Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya hati Kyai Khalil atas keberhasilan Kyai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kyai Hasyim menjadi sangat dekat dan disayang oleh Kyai Khalil. Baca Duta Islam Karomah KH Kholil Bangkalan Yang menarik, dua kyai besar ini sama-sama tawadhu' rendah hati. Mereka sama-sama saling berguru. Kyai Hasyim terkenal sebagai ahli hadits. Biasanya Kyai Hasyim mengajarkan hadits itu pada santri sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Ternyata, Kyai Kholil, meski dikenal sebagai guru Kyai Hasyim, ikut juga jadi santri ngaji kepada Kyai Hasyim. Kyai Kholil tidak merasa gengsi memperdalam ilmu meski kepada muridnya sendiri. Sebaliknya, beliau malah sangat menghormati Kyai Hasyim sebagai gurunya. Tradisi rendah hati itu ternyata terus menurun ke generasi berikutnya. Gus Dur yang merupakan cucu dari Kyai Hasyim sangat menghormati keturunan Kyai Kholil. Begitu juga KH. Fuad Amin cicit dari Kyai Kholil sangat menghormati keturunan Kyai Hasyim. "Kalau saya salaman mencium tangan Gus Dur langsung ditarik," tutur Fuad Amin. Dan Kyai Hasyim senantiasa mendapatkan perhatian yang istimewa dari gurunya Kyai Kholil, baik semasa beliau menjadi santrinya maupun setelah kembali kemasyarakat untuk berjuang. Perhatian tersebut terbukti dengan pemberian isyarah tongkat dan tasbih kepada muridnya, Kyai Hasyim, pada waktu beliau hendak mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Kisah Kyai Hasyim Asy’ari dan Nabi Khidir KH. Imron adalah putra Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Kala itu Nabi Khidir menjelma sebagai orang berpenyakit yang menjijikkan. Orang itu tiba-tiba muncul entah datang darimana dan tiba-tiba saja minta gendong Kyai Imron, namun beliau menolak. Karena menolak, orang itu lantas mendatangi Kyai Hasyim dan minta untuk di gendong beliau. Waktu itu Kyai Hasyim masih mondok di pesantren Kyai Kholil. Tanpa merasa risih dan jijik, Kyai Hasyim menggendong orang tersebut dengan tulus. Saat hampir sampai di pesantren, orang itu minta diturunkan. Orang tersebut kemudian berkata,"Sampaikan kepada Kyai Imron, bahwasanya saya ini adalah Nabi Khidir." Setelah itu, orang tersebut lenyap. Begitu kabar ini disampaikan, Kyai Imron terkejut. Ia menyesal telah menolak menggendong orang berpenyakit itu yang tak lain adalah Nabi Khidir. Sejak itu, kabarnya, Kyai Imron bertekad untuk mencari Nabi Khidir. Ia terus mengembara untuk mencari Nabi Khidir, sebagai bentuk rasa permohonan maaf dan penyesalan beliau. Semangat Jihad KH Hasyim Asy’ari Tepat pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai perang suci dan hukumnya fardu ain. Saat ini populer dengan istilah resolusi jihad. Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kyai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua minggu setelah resolusi jihad dikumandangkan, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga warga sipil yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Konon, ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Sumber Baca Duta Kyai Subchi Bambung Runcing Menurut KH. Wahab Hasbullah prinsip hidup KH Hasyim Asyari yaitu "Berjuang terus dengan tiada mengenal surut, lelah dan istirahat". Salah satu prinsip semangat juang KH Hasyim Asy’ari didasari dari hadist Rasulullah yaitu “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan di tangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya” al-Hadist. KH. Hasyim Asy’ari senantiasa mengingatkan kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi Muhammad saw. Amalan, Ijazah dan sekaligus Karomah dari KH Hasyim Asy’ari Meneladani Rasulullah sebagai idola utama manusia, itu yang senantisa beliau wasiatkan bukan hanya kepada santri-santrinya tetapi juga kepada seluruh kaum muslimin. Semangat Jihad membela agama dan bangsa. Beliau adalah ulama yang mujahid ahli jihad yang negarawan dan memiliki patriotisme yang luar biasa. Hal ini bisa kita lakukan sesuai dengan kemampuan dan profesi kita masing-masing Ulama, ustazd, guru, pegawai, pelajar, santri, pengusaha, pejabat, petani, nelayan dll. Jihad tidaklah harus berperang atau memikul senjata, segala bentuk perbuatan baik dan membawa manfaat serta mencegah segala bentuk perbuatan keji dan munkar itu sendiri juga merupakan suatu jihad. Menjaga Shalat lima waktu dengan berjamaah Beliau memiliki pribadi yang ihklas dalam bertindak, termasuk ihlas melayani umat, masyarakat dan bangsa Indonesia ini Pribadi yang santun, rendah hati tawadlu, tidak suka menonjolkan diri, menampakkan diri Saling menghormati, suka bermusyawarah, tidak fanatik yang berlebihan merasa paling benar sendiri Membersihkan hati dan mensucikan niat didalam mengerjakan dan melakukan sesuatu Nasehat beliau dalam kitab adabutta’lim wa mutaallim. Beliau adalah pribadi yang pekerja keras, memiliki semangat juang tinggi tanpa mengenal lelah dalam melakukan sesuatu berjuang, belajar, bekerja, membantu/melayani umat dll termasuk dalam melayani umat dan bangsa Indonesia. Itulah karomah besar Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asyari yang telah Allah anugrahkan kepada beliau, juga sekaligus ijazah yang beliau berikan kepada santri-santrinya dan seluruh kaum muslimin, agar bisa di amalkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam beragama, berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Terkadang kita sering sering terpesona oleh kekeramatan, kehebatan dan kesaktian beberapa ulama atau kyai tertentu. Contoh seperti kisah jika ada Kyai yang bisa mendatangkan rizki secara tiba-tiba, bisa berada di suatu tempat yang sangat jauh dalam sekejap mata, bisa juga berada dalam suatu tempat yang berbeda secara bersamaan, mengetahui akan kejadian masa lalu dan juga mengetahui kejadian-kejadian yang akan terjadi, bisa terbang, mampu berjalan di atas air dan masih banyak lagi lainya. Itu membuat kita terkagum-kagum, padahal semua itu tiada mustahil dan sangatlah mudah bagi Allah. Kalaulah kita lihat putra beliau KH. Abdul Wachid Hasyim dalam usia yang sangat muda sekitar 30 tahunan sudah menjadi ulama besar, pejuang dan negarawan, tokoh nasional dan internasional, dan juga menjadi pahlawan Nasional, beliau sangat disegani dan dihormati. KH. Abdul Wachid Hasyim meninggal dalam usia sangat muda 39 tahun. Mungkin karena sangat sayang-Nya Allah kepada beliau sehingga di dalam usia beliau yang masih sangat muda, Allah memanggil beliau untuk menghadap keharibaan-Nya, waallahu alam. Masih belum ada sampai sekarang ini tokoh, ulama/kyai di Indonesia yang usianya sangat muda sekitar 30 tahunan sudah menjadi ulama besar sekaligus tokoh nasaional dan internasional kecuali hanya beliau sendiri KH. Abdul Wachid Hasyim. Rata-rata kebanyakan yang menjadi tokoh ulama/kyai besar di Indonesia jika usianya sudah mencapai hampir 60 tahunan. Menurut putri beliau, Ibu Lily Khodijah Wachid, beliau ini KH. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wachid Hasyim sangatlah layak di sebut wali Allah. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah seorang ulama besar, seniman dan juga negarawan sejati. Sebagian besar orang-orang sholihin mengatakan jikalau Gus Dur ini “Waliyullah” karena memiliki banyak kelebihan dan kemampuan luar biasa. Itu baru anak dan cucunya apalagi kakeknya Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, bahkan guru beliau sendiri KH. M kholil yang banyak ulama mengatakan jika beliau itu qutbul aqtob-nya tanah Jawa, sangat menghormati beliau KH. M Hasyim Asy’ari. Baca Duta Islam Macam-Macam yang Dituduhkan Kepada Gus Dur Umat Islam Bersedih Ketika Beliau Mangkat Apabila Syaikh Muhammad Kholil Bangkalan terkenal dengan sebutan"Syaikhona Waliyullah" maka KH. Hasyim Asy'ari mendapat gelar "Hadratus Syekh" yang artinya Maha Guru atau Tuan Guru Mulia. Gelar ini muthlaq diberikan kepada Kyai Hasyim sebab hampir seluruh ulama tanah Jawa juga pernah berguru kepada beliau. Beliau juga satu-satunya yang memakai gelar Raisul Akbar di organisai Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan terbesar seantero jagad ini. Meski beliau menyandang banyak gelar seperti yang dituliskan dalam taqridz atas kitab Sirajut Thalibin karya Kyai Ihsan Jampes, hal ini tidak menjadikannya sombong. Beliau tidak pernah menyebutkan gelar itu sama sekali. Padahal beliau adalah orang yang paling pas untuk mendapatkan gelar tersebut. Terbukti pada manuskrip asli karya-karya beliau. Disana tidak ditemukan embel-embel yang menyertai nama beliau, seperti sebutan kyai, haji, syaikh, alim, apalagi al-allamah atau al-arif billah. Akan tetapi beliau lebih memilih embel-embel yang sifatnya merendahkan diri kepada Allah. Beliau selalu menulis kata-kata al-faqir yang faqir, al-haqir yang hina, sebelum namanya disebut. Inilah salah satu sifat tawadlu yang beliau miliki. Bagaimana pun hebatnya manusia hidup di dunia, pasti maut akan menjemputnya. Tak terkecuali, Hadratus Syaikh sebagai manusia biasa. Beliau dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya pada malam bulan Ramadhan. Tepatnya tanggal 3 Ramadhan 1366 H. atau 21 Juli 1947 M. tepat pada pukul dini hari. Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Ulama' yang paling disegani seantero jazirah Islam kala itu, telah menghadap ilahi rabbi dengan damai dan sentosa. Meskipun semua masyarakat tahu tanggal wafatnya Hadratus Syaikh Hasyim Asyari, namun karena wasiatnya, beliau tidak ingin dikhouli di peringati/dirayakan tiap tahun. Dan makam/kuburan beliau sangat sederhana, tiada bedanya dengan makam-makam umum. Subhanallah luar biasa. Kepergian Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari bukan hanya membawa kesedihan untuk umat Islam di Indonesia. Di negara luar pun ikut berduka. Mereka amat merasa kehilangan seorang tokoh dan figur yang mereka banggakan. Semoga dengan kepergian Kyai Hasyim, muncullah Hasyim Asy’ari – Hasyim Asyari yang lain, baik dari dzuriyah, kerabat, santri, maupun kaum muslimin. اللَّÙ‡ُÙ…َّ عَبْدُÙƒ رُدَّ عَÙ„َÙŠْÙƒ، ÙَارْØ£َÙْ بِÙ‡ِ ÙˆَارْØَÙ…ْÙ‡ُ، اللَّÙ‡ُÙ…َّ جَاÙِ الأَرْضَ عَÙ†ْ جَÙ†ْبَÙŠْÙ‡ِ ÙˆَاÙْتَØْ Ø£َبْÙˆَابَ السَّÙ…َاءِ Ù„ِرُÙˆØِÙ‡ِ، ÙˆَتَÙ‚َبَّÙ„ْÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْÙƒ بِÙ‚َبُولٍ ØَسَÙ†ٍ، اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù…ُØْسِÙ†ًا ÙَضَاعِÙْ Ù„َÙ‡ُ ÙِÙŠ Ø¥ØْسَانِÙ‡ِ، ÙˆَØ¥ِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù…ُسِيئًا Ùَتَجَاوَزْ عَÙ† سَÙŠِّئَاتِÙ‡ِ Artinya "Ya Allah hamba-Mu ini telah dikembalikan kepada-Mu, maka kasihilah ia dan rahmatilah ia, Ya Allah jauhkanlah bumi dari sisinya, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk ruhnya, dan terimalah ia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik. Ya Allah jika ia melakukan kebaikan maka lipat gandakanlah kebaikannya, dan jika ia melakukan keburukan maka abaikanlah keburukannya." Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. [ Waallahu a’alam
SemangatJihad KH Hasyim Asy'ari. Tepat pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai perang suci dan hukumnya fardu ain. Saat ini populer dengan istilah resolusi jihad.ORANG Indonesia sering menyebut “karomah” dengan “keramat” yang berkonotasi sakral atau kudus. Bagi orang Banten, baik Jawa maupun Sunda, justru kata “keramat” itu dikonotasikan dengan sesuatu yang menyeramkan. “Awas, jangan lewat situ, ada kuburan keramat.” Ketakutan-ketakutan tak beralasan yang sering dihembuskan para tetua leluhur berikut macam-macam pamali dan pantangan, yang sebagian tidak masuk akal, justru menghambat kreativitas dan produktivitas orang Banten itu sendiri. Ingin saya jelaskan dulu bahwa kata “karomah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti “kemuliaan” atau “anugerah yang mulia”. Pengertian ini dapat digambarkan dengan sebuah cerita yang dialami Ustaz Sulaiman Effendi, murid dari Kiai Rifa’i Arief pendiri Daar el-Qolam, ketika ia akan mendirikan pondok pesantren, dengan nama “Manahijussadat”, yang berarti jalan hidup bagi orang-orang mulia. Berawal dari silaturahmi seorang alumni Tebuireng, Rafiuddin di kediaman Ustaz Sulaiman Effendi. Ia memberitahukan bahwa di daerah Cibadak, Rangkasbitung, ada seseorang yang ingin menjual tanah seluas m2. Setelah adanya kecocokan mengenai lokasi dan situasi setempat, kontan Ustaz Sulaiman menemui pemilik tanah tersebut, yakni H. Syarjawi yang menentukan harga senilai Rp. saat itu tahun 1995, sebelum krisis moneter. Ustaz Sulaiman merasa kebingungan, dari mana uang sebesar itu mesti didapatkan. Keinginan ada, harapan begitu tinggi, obsesi begitu memuncak, doa-doa sudah dipanjatkan siang-malam. Tapi, dari mana uang sebanyak itu bisa diperoleh? Tak berapa lama, Ustaz Sulaiman diundang untuk mengisi acara khutbah Jumat di masjid Al-Hidayah, komplek perumahan Bank Indonesia, Jakarta. Selepas salat Jumat, seorang sahabatnya yang tinggal di sekitar komplek itu, yang juga bernama H. Sulaiman mantan konsultan BTN tiba-tiba mengundangnya untuk makan siang di rumahnya. Seusai makan siang, tiba-tiba terlontar ucapan dari sahabatnya itu “Ustaz Sulaiman, dulu saya pernah mendengar kabar bahwa Ustaz bercita-cita mendirikan pesantren, apakah keinginan itu masih ada di hati Ustaz?” “Insya Allah, mudah-mudahan Allah memberikan jalan, doakan saja Pak Haji.” “Begini, Ustaz Sulaiman,” ia menggeser kursinya lebih mendekat, “Saya punya perhiasan dari peninggalan almarhum istri saya. Saya sudah rundingkan dengan anak-anak bahwa perhiasan ini akan diwakafkan untuk pendidikan pesantren, dan mereka semua sudah sepakat. Jadi, kalau Ustaz Sulaiman jual semua perhiasan ini, kira-kira harganya mencapai 6 juta rupiah. Saya harap Ustaz Sulaiman tetap istiqomah, dan rela menerima pemberian dari saya ini.” “Baiklah, Pak Haji, nanti akan saya persiapkan berkas-berkasnya terlebih dahulu.” Dan mereka pun saling berjabatan tangan dengan mantap. baca “Roman Biografis Sulaiman Effendi”, bab 7. Pindahnya Pesantren Al-Mizan Karomah yang dialami Kiai Anang Azharie, pengasuh ponpes Al-Mizan tidak kalah menarik. Sejak langkah-langkah pertama Kiai Anang sudah menggagas nama pesantrennya “Daar El-Mizan”, yang mengandung arti “pertimbangan” atau “rumah timbangan”. Bahwa hidup manusia harus punya timbangan ilmu dan amal, lahir dan batin, religius dan rasional, bahkan duniawi dan ukhrawi. Pada perkembangan selanjutnya pemberian nama tersebut lebih dibikin simpel menjadi “Al-Mizan”. Yayasan pun kemudian bernama “Al-Mizan”, telah dibuatkan akte notarisnya pada tanggal 15 Maret 1993. Sejak tahun inilah pendaftaran santri dibuka, dan tahun ajaran pertama diselenggarakan dengan menampung jumlah santri sebanyak 67 orang, yang berasal dari daearah Rangkasbitung, Serang, Labuan hingga Karawang. Tokoh-tokoh masyarakat Kapugeuran dan sekitarnya diundang untuk turut-serta mendukung dan mendoakan kehadiran pesantren Al-Mizan, dengan pemimpinnya Kiai Anang Azharie, serta didukung oleh istrinya Ustadzah Nunung Khairiyah yang bertindak selaku pendidik dan pengasuh santriwati. Di tahun ajaran kedua 1994, jumlah santri meningkat, hingga dibutuhkan sekitar empat ruang kelas. Konsekuensinya, salah satu kelas terpaksa beratapkan plastik tanpa dinding. Setelah tiga bulan, atap plastik itu pun keropos dan bobrok, hingga kemudian digantinya dengan atap seng yang agak permanen. Pada tahun-tahun ini Pesantren Al-Mizan belum memiliki fasilitas dan sarana yang memadai untuk kegiatan santri dalam beribadah maupun berolahraga. Dalam aktifitas salat berjamaah para santri dan guru masih bergabung dengan masyarakat Kapugeuran di mushalla kampung, sedangkan pelaksanaan salat Jumat masih di mesjid agung Al-A’raf di alun-alun Rangkasbitung. Adapun fasilitas dan sarana olahraga, para santri Al-Mizan masih memanfaatkan semua fasilitas yang berada di sekitar alun-alun, seperti sepak bola, volley, basket, hingga lari marathon. Bersama Ustadzah Nunung, Kiai Anang Azharie terus bertekad untuk berkiprah di dunia pendidikan, sampai akhirnya merancang suatu agenda baru untuk mengasramakan para santrinya di suatu kampung terpencil, yang masih dikelilingi oleh hutan-hutan belantara. Ketika saya mewawancarai Kiai Anang kelahiran Kresek, sekampung dengan Wapres Ma’ruf Amin untuk program penulisan buku “Jejak dan Pemikiran Pengasuh Ponpes Al-Mizan” Fikra Publishing, Jakarta, 2013, di kampung terpencil tempat awal-mula berpindahnya santri Al-Mizan diasramakan, saya tanyakan pada beliau “Pak Kiai, apa nama desa di sekitar sini?” “Desa Ancol, kecamatan Rangkasbitung, Lebak.” “Kalau nama kampung di sekitar sini?” “Kampung Narimbang, dari bahasa apa itu, Fis?” Kami terdiam sejenak. Dengan pandangan menerawang, saya pun menjelaskan, “Berarti, sejak tahun 1994 Pak Kiai memindahkan santri-santri Al-Mizan di suatu kampung yang bernama Narimbang. Ia berasal dari bahasa Sunda yang berarti menimbang atau pertimbangan.” “Astaghfirullah al-adzim….” Pengalaman Kiai Al-Bayan Tidak selamanya berjalan lancar. Baik sebelum mendirikan pesantren maupun selama merawat dan menjalankannya. Segala hal ada saja kendalanya. Baik soal keluarga besar pondok maupun santri yang bermasalah, atau bahkan soal logistik yang sangat terbatas. Cerita yang dialami Eeng Nurhaeni, pendiri dan pengasuh pesantren Al-Bayan ini, saya sampaikan berdasarkan “oral history” dari hasil pertemuan di kediamannya, setelah saya menjalankan ibadah umrah beberapa tahun lalu. Alkisah, di musim kemarau sekitar tahun 2002, banyak petani yang gagal panen. Perkebunan juga banyak mengalami problem kekeringan. Akibatnya, seperti matarantai yang saling berhubungan. Harga beras mahal, sayur-mayur dan rempah-rempah begitu juga. Dan konsekuensinya, infak bulanan dari para wali santri banyak yang menunggak, sulit untuk bisa diandalkan. Sementara itu, stok beras di gudang pesantren Al-Bayan, setelah ditengok oleh Kiai Eeng, hanya tersisa setengah karung yang pasti akan habis untuk makan santri selama satu hari itu. Lalu, besok dan lusa mereka mau makan apa? Kalau soal bumbu dan sayur masih bisa diusahakan, dengan mencari dedaunan dan rempah-rempah di perkebunan sekitar pondok. Tapi soal beras dan nasi? Kalau tidak ada di gudang, berarti semuanya harus dibeli dengan uang. Lalu, uang dari mana? Mengharapkan belas-kasih dari orang-orang sekitar, untuk memberi makan puluhan santri, rasanya amat mustahil. Tetapi, membiarkan santri kelaparan juga merupakan amanat dan tanggung jawab yang harus dipikul sedemikian beratnya. Kiai Eeng hanya bisa mengeluh dan mengaduh kepada Allah subhanahu wata’ala. Baginya, berpantangan untuk mengeluh di depan manusia yang sama-sama makhluk Allah yang banyak kekurangan dan kelemahannya. Jika seseorang memiliki kekuatan iman dan Tauhid, mengeluh kepada orang yang rendah kualitas imannya, justru dilarang oleh ajaran agama. Sepertiga malam itu, ia melaksanakan salat tahajud sambil menangis di hadapan Al-Khaliq. Hanya Allah Yang Maha Kaya dan memiliki kekayaan di seluruh jagat raya ini. “Ya Allah, Kau Maha Lembut bagi hamba-hamba-Mu yang meminta. Engkau Maha Pemberi rizqi bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Sungguh, Engkau Maha Kuat dan Maha Perkasa.” Seusai salat subuh di masjid pesantren, tiba-tiba seorang santri menemui Kiai Eeng di kediamannya. “Pak Kiai, ada tamu yang katanya mau ketemu dengan Pak Kiai.” “Siapa, dari mana dia?” “Maaf Pak Kiai, dia bawa mobil, tapi belum sempat saya tanyakan dari mana. Sekarang dia masih menunggu di pintu gerbang.” Setelah Kiai Eeng menemui tamu tersebut, tiba-tiba sang tamu bertanya, “Pak Kiai, apa betul tempat ini adalah pesantren?” “Ya betul, kenapa?” “Begini Pak Kiai, saya datang dari Jakarta. Majikan saya menyuruh saya membawa dua karung beras di mobil ini, untuk disedekahkan buat pesantren.” “Pesantren apa?” “Dia hanya berpesan, pokoknya pesantren mana saja, yang penting di daerah Rangkasbitung.” Seketika itu, Kiai Eeng mengucapkan terimakasih, dan salam untuk majikannya. Ketika empat santri Al-Bayan membawa karung beras tersebut, tak berapa lama mobil itu meluncur sedemikian cepatnya, dan menghilang di kejauhan. Wallahu a’lam. []
2 K.H. Muhammad Khozin. Periode ketiga Pondok Pesantren Langitan diasuh oleh putra menantu KH.Ahmad Sholeh, yaitu KH. Muhammad Khozin, putra KH. Shihabuddin Rengel Tuban. Selain mengaji di Pondok Pesantren Langitan, beliau juga pernah menimba ilmu di Pesantren Kademangan di bawah asuhan KH.Mohammad Kholil Bangkalan, selama dua tahun.
Home » kyai karomah tinggi yang masih hidup As’ad Syamsul Arifin, Tokoh NU Karismatik, Karomah Para Kiai Jawa Oleh Nasyrah AkrabDiposting pada 25 Mei 20216 Juli 2022 Karomah para kiai Jawa – Berikut kisah hidup tokoh NU, As’ad Syamsul Arifin. Sejauh Selengkapnya Sedangkankyai Hasan Bisyri sendiri pingsan, dan kyai Aziz meninggal. Lewat isyarat yang diterima oleh kyai Mukhtar, temanku disuruh cepat-cepat menemuiku untuk menceritakan sebenarnya. Hari itu juga aku berangkat menuju kelokasi yang menjadi melapetaka. Singkat cerita, lewat batu merah delima dari pemberian Kanjeng Abi Syekh SyarifUlusalam kulonuwun assalaamualaykum. Rahayuu, Terimakasih yang sebesar2nya kepada Mimin, Momod, para pinisepuh Forsup, para senior, serta rekan-rekan Kaskuser tercinta yang tanpamOrr.